Wednesday, 21 March 2012

Tomcat menyerbu Surabaya



Dr. Hari Sutrisno Kepala Laboratorium Entomologi bidang Zoology Pusat Penelitian Biologi LIPI membantahnya. Kata dia, tidak tepat jika membandingkan racun kobra yang bersifat neuro toxin (menyerang syaraf) dengan racun Tomcat yang bersifat dermatitist (menyerang kulit). Dari segi fatalitasnya pun, kata Hari, jauh lebih berbahaya racun ular Kobra karena bisa menyebabkan kematian. Racun Tomcat tidak. Paling parah, untuk jenis Tomcat dari Afrika, jika terkena di mata, bisa alami kebutaan permanen.

Tomcat dalam bahasa Zoology disebut Paederus atau Rove Beetles masuk keluarga Staphylinidae. Total di seluruh dunia ada lebih dari 600 spesies jenis serangga ini, tapi tidak banyak yang mengandung racun. Racun Tomcat dikenal sebagai paederin. Racun ini disintesa oleh bakteri pseudomonas. Bakteri ini hidup di dalam tubuh serangga, menjadi bagian dari sistem sirkulasi hemolimfa darahnya (indosimbion).


Ada dua metode pengeluaran racun oleh serangga. Yang pertama lewat alat ekskresinya. Serangga jenis ini punya alat untuk menyuntikkan racunnya pada organisme lain dan biasanya bersifat aktif menyerang. Ini seperti lebah atau kalajengking. Yang kedua, racun jadi satu bagian dalam sirkulasi darahnya. Sifatnya pasif. Biasanya racun akan berdampak jika serangga ini terluka atau mati digencet sehingga hemolimfa (darah)-nya keluar. Nah, ‘darah’ itulah yang berdampak pada kulit. Tomcat termasuk jenis yang kedua.

“Jadi, racun itu tidak akan berdampak ke manusia kalau Tomcat tidak diceples seperti kita membunuh nyamuk itu. Darahnya yang menempel di kulit yang menyebabkan dermatitist atau ruam, menimbulkan rasa sensasi terbakar dan bisa memburuk jadi infeksi jika tidak ditangani benar,” kata dia.



No comments: